Kenyang
“Tidak ada bejana yang yang diisi anak Adam yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah bagi anak Adam untuk menegakkan tulang punggungnya. Sepertiga perutnya untuk makanannya, sepertiga untuk minumnya dan sepertiga lagi untuk nafasnya.” (HR At Tirmidzi)
“Tidak ada bejana yang yang diisi anak Adam yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah bagi anak Adam untuk menegakkan tulang punggungnya. Sepertiga perutnya untuk makanannya, sepertiga untuk minumnya dan sepertiga lagi untuk nafasnya.” (HR At Tirmidzi)
Makan, sesungguhnya jelas tidak hanya sekadar penghalau rasa lapar.
Apalagi saat ini. Makan menjadi bagian dari gaya hidup dan tujuan
kesenangan serta gengsi. Maka tempat-tempat makan prestisiuspun tak
pernah sepi dari pengunjung. Bahkan, ada yang memesan kursi jauh
sebelumnya.
Walau jenis makanan yang dimakan halal adanya, tapi berhati-hatilah
ketika batas proporsional tidak lagi diindahkan. Allah berfirman, “Makan dan minumlah, tapi jangan berlebih lebihan. Sesungguhnya Allah tidak senang terhadap orang yang berlebih lebihan.” (QS Ala’raaf [7]: 31).
Dikisahkan Nabi Yahya AS berjumpa iblis yang sedang membawa alat
pancing. Bertanya Yahya AS, “Untuk apa alat pancing itu?” “Inilah
syahwat untuk mengail anak Adam.” “Adakah padaku yang dapat kau kail?”
Iblis menjawab, “Tidak ada, hanya pernah terjadi pada suatu malam engkau
makan agak kenyang hingga kami dapat menggaet engkau sehingga berat
untuk mengerjakan shalat.” Yahya AS terkejut. “Kalau begitu aku tak akan
mau kekenyangan lagi seumur hidupku.”
Kekenyangan membuat tubuh menjadi malas bergerak. Mengerjakan ibadah
jadi berat sehingga mudah bagi iblis membisikkan tipu dayanya. Tanpa
kita sadari otak pun menjadi tidur, tubuh jadi gemuk, lemak menumpuk.
Itu sebabnya, Rasulullah berpesan agar kita makan ketika lapar dan
berhenti sebelum kenyang. Para sahabat pun mengikuti ajaran itu. Imam
Ghazali mengutip ucapan Abu Bakar Shiddiq RA dalam hal ini, “Sejak aku
memeluk Islam, belum pernah aku mengenyangkan perutku karena ingin dapat
merasakan manisnya beribadah, dan belum pernah aku kenyang minum karena
sangat rindunya aku pada Ilahi.”
Jelaslah mengapa Alquran dengan lantang membenci tindakan
berlebih-lebihan, dalam hal ini banyak makan (kekenyangan). Di samping
dari sisi kesehatan akibat banyak makan tentu bisa menimbulkan berbagai
penyakit, banyak makan memberatkan pula seseorang untuk beribadah dan
lebih celaka lagi, akan mematikan hati nurani.
Oleh: Ganda Pekasih, Republika.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar