Jangan Menuai Saat Menyemai
“…….Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas
itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak
lurus diatas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati
penananam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang -orang
kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara
mereka ampunan dan pahala yang besar” (QS Al-Fath (48):29)
Dari sekian banyak perumpamaan yang Allah turunkan dalam Al-Qur’an,
betapa seringnya Allah mengambil perumpamaan sebuah pohon. Dari
perumpamaan inilah kita bisa mendapatkan begitu banyak pelajaran yang
mendasar (fundamental) dalam menjalankan kehidupan. Paling tidak, ada
tiga perumpamaan dari pepohonan yang memberikan pelajaran penting yakni :
1. Pohon diumpamakan sebagai kerangka sistem hidup
” Tidaklah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat (QS Ibrahim (14) 24-25)
Salah satu tafsir dari kalimat yang baik menurut para mufassirin
adalah kalimat ” Laa ilaaha illallah”. Inilah inti kerangka sistem hidup
manusia yang dibawa oleh seluruh nabi dan rasul sejak Nabi Adam AS
sampai Rasululhah Muhammad SAW. Dari ayat tersebut, kita bisa memahami
beberapa ciri dari kerangka hidup yang sempurna.
Pertama, kerangka sistem hidup harus memiliki akar yang kuat yaitu
pondasi tempat bertumpu seluruh sistem kehidupan. Seberat apapun beban
yang harus ditanggung diatasnya, tidak akan meruntuhkannya. Semakin
besar sistem itu maka semakin dalam pondasinya sebagaimana sebuah pohon,
semakain besar batangnya, semakin kuat akarnya. Inilah pondasi aqidah
dan keimanan yang harus tertanam kuat didalam hati seorang muslim
Kedua, kerangka sistem hidup mansia harus memiliki pohon yang kokoh dengan batang-batangnya yang banyak dan daun yang subur. Artinya, sistem kehidupan yang sempurna mencakup seluruh aspek kehidupan dengan lengkap. Sejalan dengan pertumbuhannya, maka setiap ada celah yang muncul, maka akan tumbuh tunas baru untuk menutupnya. Inilah syariat Islam yang terus berkembang pada cabang-cabang dan tunasnya dengan terbukanya jalan ijtihad, tetapi tetap tegak diatas batang pohonnya yang kuat. Semakin lengkap sistem kehidupan ini semakin rindang dan teduh bagi siapa saja yang ada dibawahnya.
Ketiga, kerangka sistem hidup manusia harus menghasilkan buah yang
bisa dipetik setiap musim. Tentu saja, pohon yang menghasilkan buah
adalah pohon yang telah matang dan dewasa. Buah ini pun bisa dipetik
oleh siapa saja. Artinya, sistem kehidupan yang sempurna pasti
memberikan manfaat bagi siapa saja yang menerapkannya dengan benar.
Inilah Akhlaq Islami yang menjadi rahmatan lil’alamin.
2. Pohon diumpamakan sebagai sosok mukmin
“…….Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus diatas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penananam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang -orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar” (QS Al-Fath (48):29)
Ayat ini berbicara tentang para pengikut Muhammad Rasulullah SAW. Hal
ini menunjukkan bahwa seorang mukmin hendaklah mengikuti proses
tarbiyah robbaniyah dalam menjalankan kehidupannya agar sesuai dengan
kerangka sistem kehidupan ilahiyah. Ada dua makna yang tersirat dari
proses ini, yang pertama adalah proses tarbiyah al-aulad (pendidikan
anak) yang menjadi tanggung jawab orang tua (penanam-penanamnya) untuk
menyiapkan anak-anak yang tumbuh subur diatas pondasi aqidah yang kuat
dengan menjalankan syariat Islam yang lengkap sehingga menumbuhkan
akhlak al-karimah. Yang kedua adalah proses tarbiyah robbaniyah tidak
mungkin dilakukan secara instan, tetapi tetap harus mengikuti
tahapan-tahapan, mulai dari hal-hal pokok hingga hal-hal yang
berkembang. Sosok mukmin yang baik adalah mereka yang mengikuti proses
tarbiyah robaniyah dalam kerangka sistem ilahiyah
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS Al-Baqarah (2) : 261)
Tidaklah sebutir benih itu didapatkan kecuali dari pohon yang baik,
yang sudah matang dan dewasa serta berbuah. Artinya, perbuatan-perbuatan
yang dilakukan oleh sosok mukmin yang tarbiyah robbaniyah diatas
kerangka sistem ilahiyah, niscaya akan menghasilkan amal-amal yang mampu
menumbuhkan manfaat yang banyak yang bisa dinikmati oleh banyak orang.
Hal ini menujukkan bahwa seorang mukmin adalah manusia produktif,
kreatif dan inovatif. Sehingga amal-amalnya tidak hanya untuk dinikmati
olehnya sendiri, tetapi bisa dirasakan oleh generasi-generasi seterusnya
Satu hal yang niscaya kita temukan pada setiap pohon yang berbuah adalah tidak ada satu pun pohon yang memakan buahnya sendiri ! Seluruhnya dipersembahkan kepada selain dirinya. Sangat berbeda dengan hewan, yang masih kita temukan hewan buas yang membunuh dan memkan anaknya. Dan yang lebih jauh lagi, tidak sedikit manusia yang memakan anaknya bahkan ada manusia yang membunuh orang tuanya sendiri. Pantaslah kalau Allah SWT membuat begitu banyak perumpamaan dari pohon itu agar kita bercermin kepadanya. Atau, renungkanlah pepatah seorang ulama yang mengatakan ” jadilah dirimu bagaikan pohon yang berbuah, dilempar dengan batu tetapi dibalas dengan buah”.
Jangan Jadi Pohon Bonsai
Coba kita perhatikan pohon bonsai. Pada dasarnya benihnya adalah
benih yang baik, tetapi akarnya dibatasi ruang tumbuhnya, dan batang
serta tunasnya dikebiri dan di potong sebelum tumbuh besar. Apakah pohon
bonsai itu akan berbuah ? Kalaupun berbuah niscaya buahnya hanya cukup
satu kali petik saja. Terkadang mata kita indah melihatnya, tetapi dia
tidak bisa memberikan buah dan yang pasti tidak bisa memberikan benihnya
agar bisa berkembang biak. Dia hanya menjadi pajangan dan hiasan
belaka. Tidak lebih
Mungkin kalau kita bandingkan pohon bonsai dengan kondisi Islam saat
ini khususnya dinegeri ini, kita akan menemukan begitu banyak kemiripan.
Aqidahnya terbelenggu sehingga tidak menjadi pijakan yang kokoh.
Penerapan syariahnya dipersempit hanya pada hal-hal yang bersifat ritual
sehingga tidak bisa tumbuh berkembang. Pada akhirnya umat tidak bisa
menunjukkan akhlak yang terpuji sehingga jauh dari rahmatan lil alamin.
Yang lebih menyedihkan lagi adalah sulitnya menemukan benih-benih umat
yang bisa menjadi generasi yang mampu menunjukkan jati dirinya yang
sejati sebagai sosok mukmin yang tangguh.
Untuk menjadi kebangkitan umat, khususnya di negeri ini kita perlu sosok-sosok penanam yang sebenarnya. Bukan penanam bonsai yang hanya menjadikan pohonnya sebagai hiasan belaka. Kita perlu sosok yang siap menyemai benih-benih unggul dan menyiapkan buahnya untuk generasi masa depan. Bukan sosok yang menyemai pagi hari dan menuai hasilnya di sore hari. Kita perlu banyak sosok yang mau berinvestasi tanpa menunggu-nunggu kapan dia akan kembali modal. Kita perlu sosok yang siap meretas jalan terjal dan menyiapkan jalan lapang bagi generasi yang akan datang.
Betapa kita melihat begitu banyak fenomena yang bertolak belakang
dengan langkah-langkah tarbiyah robbaniyah pada ayat-ayat di atas.
Pemimpin-pemimpin kita begitu rajin menebar benih pada pemilu dan
pilkada, kemudian menguras kekakyaan rakyat selama dia menjabat. Ini
adalah pemimpin bonsai. Betapa banyak pejabat yang melesat jabatannya
begitu cepat karena selembar ijazah master dan doktornya, tetapi tidak
diiringi oleh keahlian dan kemampuan master dan doktornya, ini adalah
pejabat bonsai. Betapa banyak konglomerat yang memiliki ribuan
perusahaan dengan menggunakan uang rakyat karena mengemplang dana bank,
kemudian berdalih tidak mampu mengembalikan, dia adalah konglomerat
bonsai. Dan tidak kalah mirisnya adalah betapa banyak rakyat kita yang
pasrah dalam kemiskinan karena menunggu bagian dari dana sosial tanpa
memikirkan bagaimana kehidupan anak cucunya di massa yang akan datang,
mereka adalah rakyat bonsai
Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ketepian. Berjuanglah sebagai pendahulu, agar lapang jalan generasi masa depan. Hari ini adalah musim tanam, belum tiba masanya musim panen.
Wallahu a’lam
***
Jaga senyum,semangat dan hatimu selalu :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar