Coach of Sport

  • Arifin Menerima pelatihan renang Sepak bola, Squash,Futsall dan olahraga lainnya :) Email : Arifin_chelsea75@yahoo.com saya adalah Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta dari Fakultas Ilmu Olahraga Hp : 087882244277 jika anda berminat silahkan hubungi saya :) Saya juga menerima konsultasi untuk memberi semangat :) alamat facebook : Chelsea arifin

Sabtu, 31 Maret 2012

Wasiat Rasululloh s.a.w kepada Aisyah

 Wasiat Rasululloh s.a.w kepada Aisyah

     Saiyidatuna ‘Aisyah r.’a meriwayatkan : Rasulullah SAW bersabda “Hai Aisyah, aku berwasiat kepada engkau. Hendaklah engkau senantiasa mengingat wasiatku ini. Sesungguhnya engkau akan senantiasa di dalam kebajikan selama engkau mengingat wasiatku ini…”
Intisari wasiat Rasulullah s.a.w tersebut dirumuskan seperti berikut: Hai, Aisyah, peliharalah diri engkau. Ketahuilah bahwa sebagian besar daripada kaum engkau (kaum wanita) adalah menjadi kayu api di dalam neraka. Diantara sebab-sebabnya ialah mereka itu :
  1. Tidak dapat menahan sabar dalam menghadapi kesakitan (kesusahan), tidak sabar apabila ditimpa musibah
  2. tidak memuji Allah Taala atas kemurahan-Nya, apabila dikaruniakan nikmat dan rahmat tidak bersyukur.
  3. mengkufurkan nikmat; menganggap nikmat bukan dari Allah (d) membanyakkan kata-kata yang sia-sia, banyak bicara Yang tidak bermanfaat.
Wahai, Aisyah, ketahuilah :
  1. bahwa wanita yang mengingkari kebajikan (kebaikan) yang diberikan oleh suaminya maka amalannya akan digugurkan oleh Allah
  2. bahwa wanita yang menyakiti hati suaminya dengan lidahnya, maka pada hari kiamat, Allah menjadikan lidahnya tujuh puluh hasta dan dibelitkan di tengkuknya.
  3. bahwa isteri yang memandang jahat (menuduh atau menaruh sangkaan buruk terhadap suaminya), Allah akan menghapuskan muka dan tubuhnya Pada hari kiamat.
  4. bahwa isteri yang tidak memenuhi kemauan suami- nya di tempat tidur atau menyusahkan urusan ini atau mengkhiananti suaminya, akan dibangkitkan Allah pada hari kiamat dengan muka yang hitam, matanya kelabu, ubun-ubunnya terikat kepada dua kakinya di dalam neraka.
  5. bahwa wanita yang mengerjakan sembahyang dan berdoa untuk dirinya tetapi tidak untuk suaminya, akan dipukul mukanya dengan sembahyangnya.
  6. bahwa wanita yang dikenakan musibah ke atasnya lalu dia menampar-nampar mukanya atau merobek-robek pakaiannya, dia akan dimasukkan ke dalam neraka bersama dengan Isteri nabi Nuh dan isteri nabi Luth dan tiada harapan mendapat kebajikan syafaat dari siapa pun;
  7. bahwa wanita yang berzina akan dicambuk dihadapan semua makhluk didepan neraka pada hari kiamat, tiap-tiap perbuatan zina dengan depalan puluh cambuk dari api.
  8. bahwa isteri yang mengandung ( hamil ) baginya pahala seperti berpuasa pada siang harinya dan mengerjakan qiamul-lail pada malamnya serta pahala berjuang fi sabilillah.
  9. bahwa isteri yang bersalin ( melahirkan ), bagi tiap-tiap kesakitan yang dideritainya diberi pahala memerdekakan seorang budak. Demikian juga pahalanya setiap kali menyusukan anaknya.
  10. bahwa wanita apabila bersuami dan bersabar dari menyakiti suaminya, maka diumpamakan dengan titik-titik darah dalam perjuangan fisabilillah.

Jumat, 30 Maret 2012

Tak Ada Jalan Untuk Maksiat

Tak Ada Jalan Untuk Maksiat

     Ibrahim bin Adham bercerita bahwa ia pernah didatangi seorang laki-laki yang berkata kepadanya: “Wahai Abu Ishak (Ibrahim bin Adham)! Saya seorang yang banyak berdosa, seorang yang dzalim. Sudikah kiranya Tuan mengajari saya hidup zuhud, agar Alloh menerangi jalan hidup saya dan melembutkan hati saya yang kesat ini.”
Ibrahim bin Adham menjawab, “Kalau kau dapat memegang teguh enam perkara berikut ini, niscaya engkau akan selamat.”
“Apa itu?” Tanyanya.

“Pertama, bila engkau bermaksiat, janganlah engkau memakan rizki Alloh.”
“Jika di seluruh penjuru bumi ini, baik di barat maupun di timur, didarat maupun di laut, di kebun dan di gunung-gunung, ada rizki Alloh, maka dari mana aku makan?”
“Wahai Saudaraku, pantaskah engkau memakan rizki Alloh, sementara engkau melanggar peraturan-Nya?”
 “ Tidak, demi Alloh! Lalu, apa yang kedua?”

“Kedua, bila engkau bermaksiat kepada Alloh, janganlah engkau tinggal di negeri-Nya!”
Lelaki itu menukas, “Tuan Ibrahim, demi Alloh yang kedua ini lebih berat.bukankah bumi ini milik-Nya? Kalau demikian halnya, dimana aku harus tinggal?”
“Patutkah engkau makan rizki Alloh dan tinggal di bumi-Nya padahal engkau melakukan maksiat kepada-Nya?”
“Tidak, Tuan Guru!”

“Ketiga, jika engkau hendak berbuat maksiat, janganlah engkau lupakan Alloh yang Maha Melihat dan beranggapanlah bahwa Dia lalai kepadamu!”
“Tuan Guru, bagaimana mungkin bisa begitu, padahal Alloh Maha Mengetahui segala rahasia dan melihat setiap hati nurani.”

“Layakkah engkau menikmati rizki-Nya, tinggal di bumi-Nya dan maksiat kepada-Nya sedangkan Alloh melihat dan mengawasimu?”
“Tentu saja tidak, wahai Tuan Guru.Lantas apa yang keempat?”
“Apabila datang kepadamu malaikat maut, hendak mencabut nyawamu, maka katakan kepada malaikat itu, tunggulah dulu, aku akan bertobat.”
Lelaki itu menjawab, “Tuan Guru, itu tidak mungkin dan ia tak mungkin mengabulkan permintaanku.”
Ibrahim bertutur, “Kalau engkau sadar bahwa engkau tak mungkin mampu menolak keinginannya, maka tentu ia akan datang kepadamu kapan saja, mungkin sebelum engkau bertobat.”
“Benar ucapan Guru! Sekarang apa yang kelima?”

“Kelima, bilamana datang mungkar dan Nakir kepadamu, lawanlah kedua malaikat itu d engan seluruh kekuatanmu, bila kau mampu.”
“Itu tidak mungkin, mustahil Tuan Guru.”
Ibrahim bin Adham kemudian melanjutkan, ” Keenam, bila esok engkau berada di sisi Alloh SWT, dan Alloh menyuruhmu masuk neraka, katakanlah: Ya Alloh, aku tidak bersedia.”
“Wahai Tuan Guru, cukuplah. Cukuplah nasihatmu!” Jawab lelaki itu, dan iapun pergi.


Tetap jaga senyum, jaga semangat dan jaga selalu hati anda :)

By : Chelsea Arifin

Kamis, 29 Maret 2012

Kesederhanaan Dalam Kemakmuran

Kesederhanaan Dalam Kemakmuran 



      Pada masa Rasulullah memimpin masyarakat Madinah, selaku orang besar ia justru paling melarat, walaupun warga Madinah hidup berkecukupan.
Pada suatu hari, ketika Rasulullah mengimami Shalat Isya berjamaah, para sahabat yang jadi makmum dibuat cemas oleh keadaan nabi yang agaknya sedang sakit payah. Buktinya, setiap kali ia menggerakkan tubuh untuk rukuk, sujud dan sebagainya, selalu terdengar suara keletak-keletik, seakan-akan tulang-tulang Nabi longgar semuanya.
Maka, sesudah salam, Umar bin Khatab bertanya,”Ya, Rasullullah, apakah engkau sakit?”.
“Tidak, Umar, aku sehat,” jawab Nabi.
“Tapi mengapa tiap kali engkau menggerakkan badan dalam shalat, kami mendengar bunti tulang-tulangmu yang berkeretakan?”.

     Mula-mula, Nabi tidak ingin membongkar rahasian. Namun, karena para sahabat tampaknya sangat was-was memperhatikan keadaannya, Nabi terpaksa membuka pakaiannya. Tampak oleh para sahabat, Nabi mengikat perutnya yang kempis dengan selembar kain yang didalamnya diiisi batu-batu kerikil untuk mengganjal perut untuk menahan rasa lapar. Batu-batu kerikil itulah yang berbunyi keletak-keletik sepanjang Nabi memimpin shalat berjamaah.

      Serta merta Umar pun memekik pedih, “Ya, Rasulullah, apakah sudah sehina itu anggapanmu kepada kami? Apakah engkau mengira seandainya engkau mengatakan lapar, kami tidak bersedia memberimu makan yang paling lezat? Bukankah kami semuanya hidup dalam kemakmuran?”.
Nabi tersenyum ramah seraya menyahut, “Tidak, Umar tidak. Aku tahu, kalian, para sahabatku, adalah orang-orang yang setia kepadaku. Apalagi sekedar makanan, harta ataupun nyawa akan kalian serahkan untukku sebagai rasa cintamu terhadapku, tetapi dimana akan kuletakkan mukaku dihadapan pengadilan Allah kelak di Hari Pembalasan, apabila aku selaku pemimpin justru membikin berat dan menjadi beban orang-orang yang aku pimpin?”.
Para sahabat pun sadar akan peringatan yang terkandung dalam ucapan Nabi tersebut, sesuai dengan tindakannya yang senantiasa lebih mementingkan kesejahteraan umat daripada dirinya sendiri.

     Seorang tabib yang dikirim oleh penguasa Mesir, Muqauqis, sebagai tanda persahabatan, selama dua tahun di Madinah sama sekali menganggur. Menandakan betapa kesehatan penduduk Madinah betul-betul berada pada tingkatan yang tinggi. Sampai tabib itu bosan dan bertanya kepada Nabi, “Apakah masyarakat Madinah takut kepada tabib?”
Nabi menjawab, “Tidak. Terhadap musuh saja tidak takut, apalagi kepada tabib”.
“Tapi mengapa selama dua tahun tinggal di Madinah, tidak ada seorang pun yang pernah berobat kepada saya?”

    “Karena penduduk Madinah tidak ada yang sakit,” jawab Nabi.
Tabib itu kurang percaya, “Masak tidak ada seorang pun yang mengidap penyakit?”.
“Silakan periksa ke segenap penjuru Madinah untuk membuktikan ucapanku,”ujar Nabi.
Maka tabib Mesir itu pun melakukan perjalanan kelililng Madinah guna mencari tahu apakah benar ucapan Nabi tersebut. Ternyata memang di seluruh Madinah ia tidak menjumpai orang yang sakit-sakitan.

    Akhirnya, ia berubah menjadi kagum dan bertanya kepada Nabi, “Bagaimana resepnya sampai orang-orang Madinah sehat-sehat semuanya?”
Rasulullah menjawab, “Kami adalah suatu kaum yang tidak akan makan kalau belum lapar. Jika kami makan, tidaklah sampai terlalu kenyang. Itulah resep untuk hidup sehat, yakni makan yang halal dan baik, dan makanlah untuk takwa, tidak sekedar memuaskan hawa nafsu”.


Jaga senyum,jaga semangat dan jagalah selalu hati anda :)

By : Chelsea Arifin

Rabu, 28 Maret 2012

ku Hanyalah Seorang Hamba

ku Hanyalah Seorang Hamba

     Kalau ada pakaian yang robek, Rasulullah menambalnya sendiri tanpa perlu menyuruh isterinya. Beliau juga memeras susu kambing untuk keperluan keluarga maupun untuk dijual.
Setiap kali pulang ke rumah, bila dilihat tiada makanan yang sudah siap di masak untuk dimakan, sambil tersenyum baginda menyinsing lengan bajunya untuk membantu isterinya di dapur.
Sayidatina ‘Aisyah menceritakan “Kalau Nabi berada di rumah, beliau selalu membantu urusan rumahtangga. Jika mendengar azan, beliau cepat-cepat berangkat ke masjid, dan cepat-cepat pula kembali sesudah selesai sembahyang.”

    Pernah baginda pulang pada waktu pagi. Tentulah baginda amat lapar waktu itu. Tetapi dilihatnya tiada apa pun yang ada untuk sarapan. Yang mentah pun tidak ada karena Sayidatina ‘Aisyah belum ke pasar. Maka Nabi bertanya, “Belum ada sarapan ya Khumaira?” (Khumaira adalah panggilan mesra untuk Sayidatina ‘Aisyah yang berarti ‘Wahai yang kemerah-merahan’)
‘Aisyah menjawab dengan agak serba salah, “Belum ada apa-apa wahai Rasulullah.” Rasulullah lantas berkata, “Jika begitu aku puasa saja hari ini.” tanpa sedikit tergambar rasa kesal di wajahnya.

    Sebaliknya baginda sangat marah tatkala melihat seorang suami memukul isterinya. Rasulullah menegur, “Mengapa engkau memukul isterimu?” Lantas dijawab dengan agak gementar, “Isteriku sangat keras kepala. Sudah diberi nasehat dia tetap bandel, jadi aku pukul dia.”
“Aku tidak bertanya alasanmu,” sahut Nabi s.a.w. “Aku menanyakan mengapa engkau memukul teman tidurmu dan ibu bagi anak-anakmu?”
Pernah baginda bersabda, “sebaik-baik lelaki adalah yang paling baik dan lemah lembut terhadap isterinya.”

    Prihatin, sabar dan tawadhuknya baginda dalam menjadi kepala keluarga tidak menampakkan kedudukannya sebagai pemimpin umat.
Pada suatu ketika baginda menjadi imam sholat. Dilihat oleh para sahabat, pergerakan baginda antara satu rukun ke satu rukun yang lain amat sukar sekali. Dan mereka mendengar bunyi menggeretak seolah-olah sendi-sendi pada tubuh baginda yang mulia itu bergeser antara satu sama lain.

    Sayidina Umar yang tidak tahan melihat keadaan baginda itu langsung bertanya setelah selesai bersembahyang, “Ya Rasulullah, kami melihat seolah-olah baginda menanggung penderitaan yang amat berat, tuan sakitkah ya Rasulullah?”
“Tidak, ya Umar. Alhamdulillah, aku sehat dan segar.”
“Ya Rasulullah… mengapa setiap kali tuan menggerakkan tubuh, kami mendengar seolah-olah sendi bergeser di tubuh tuan? Kami yakin engkau sedang sakit…” desak Umar penuh cemas.
Akhirnya Rasulullah mengangkat jubahnya. Para sahabat amat terkejut. Perut baginda yang kempis, kelihatan dililiti sehelai kain yang berisi batu kerikil, buat menahan rasa lapar. Batu-batu kecil itulah yang menimbulkan bunyi-bunyi halus setiap kali bergerak tubuh baginda.
“Ya Rasulullah! Adakah bila tuan menyatakan lapar dan tidak punya makanan, kami tidak akan mendapatkannya buat tuan?”

    Lalu baginda menjawab dengan lembut, “Tidak para sahabatku. Aku tahu, apa pun akan engkau korbankan demi Rasulmu. Tetapi apakah akan aku jawab di hadapan ALLAH nati, apabila aku sebagai pemimpin, menjadi beban kepada umatnya?”
“Biarlah kelaparan ini sebagai hadiah ALLAH buatku, agar umatku kelak tidak ada yang kelaparan di dunia ini lebih-lebih lagi tiada yang kelaparan di Akhirat kelak.”
Baginda pernah tanpa rasa canggung sedikitpun makan di sebelah seorang tua yang penuh kudis, miskin dan kotor.

   Baginda hanya diam dan bersabar ketika kain rida’nya ditarik dengan kasar oleh seorang Arab Baduwi hingga berbekas merah di lehernya.
Dan dengan penuh rasa kehambaan baginda membasuh tempat yang dikencing si Baduwi di dalam masjid sebelum menegur dengan lembut perbuatan itu.
Mengenang pribadi yang amat halus ini, timbul persoalan dalam diri kita… adakah lagi bayangan pribadi baginda Rasulullah s.a.w. hari ini?
Apakah rahasia yang menjadikan jiwa dan akhlak baginda begitu indah? Apakah yang menjadi rahasia kehalusan akhlaknya hingga sangat memikat dan menjadikan mereka begitu tinggi kecintaan padanya.

   Apakah kunci kehebatan peribadi baginda yang bukan saja sangat bahagia kehidupannya walaupun di dalam kesusahan dan penderitaan, bahkan mampu pula membahagiakan orang lain tatkala di dalam derita. Kecintaannya yang tinggi terhadap ALLAH swt
dan rasa kehambaan yang sudah menyatu dalam diri Rasulullah saw menolak sama sekali rasa ketuanan.

    Seolah-olah anugerah kemuliaan dari ALLAH tidak dijadikan sebab untuk merasa lebih dari yang lain, ketika di depan umum maupun dalam kesendirian.
Ketika pintu Syurga telah terbuka seluas-luasnya untuk baginda, baginda masih lagi berdiri di waktu-waktu sepi malam hari, terus-menerus beribadah hingga pernah baginda terjatuh lantaran kakinya sudah bengkak-bengkak. Fisiklnya sudah tidak mampu menanggung kemauan jiwanya yang tinggi. ketika ditanya oleh Sayidatina ‘Aisyah, “Ya Rasulullah, bukankah engkau telah dijamin masuk Syurga? Mengapa engkau masih bersusah payah begini?”
Jawab baginda dengan lunak, “Ya ‘Aisyah, bukankah aku ini hanyalah seorang hamba? Sesungguhnya aku ingin menjadi hamba-Nya yang bersyukur.”
***
Dari Sahabat

Jafa senyum,jaga semangat dan jaga selalu hati anda :)

By : Chelsea arifin

Sabtu, 24 Maret 2012

kisah Nabi Adam as

kisah Nabi Adam as
Syurga yang serba nikmat

    Segala kesenangan ada di dalamnya. Semua tersedia apa saja yang diinginkan, tanpa bersusah payah memperolehnya. Sungguh suatu tempat yang amat indah dan permai, menjadi idaman setiap insan. Demikianlah menurut riwayat, tatkala Allah SWT. selesai mencipta alam semesta dan makhluk-makhluk lainnya, maka dicipta-Nya pula Adam ‘alaihissalam sebagai manusia pertama. Hamba yang dimuliakan itu ditempatkan Allah SWT di dalam Syurga (Jannah).

Adam a.s hidup sendirian dan sebatang kara, tanpa mempunyai seorang kawan pun. Ia berjalan ke kiri dan ke kanan, menghadap ke langit-langit yang tinggi, ke bumi terhampar jauh di seberang, maka tiadalah sesuatu yang dilihatnya dari mahkluk sejenisnya kecuali burung-burung yang berterbangan ke sana ke mari, sambil berkejar-kejaran di angkasa bebas, bernyanyi-nyanyi, bersiul-siul, seolah-olah memamerkan kemesraan.
Adam a.s terpikat melihatnya, rindu berkeadaan demikian. Tetapi sungguh malang, siapalah gerangan kawan yang hendak diajak. Ia merasa kesepian, lama sudah. Ia tinggal di syurga bagai orang kebingungan, tiada pasangan yang akan dibujuk bermesraan sebagaimana burung-burung yang dilihatnya.
Tiada pekerjaan sehari-hari kecuali bermalas-malasan begitu saja, bersantai berangin-angin di dalam taman syurga yang indah permai, yang ditumbuhi oleh bermacam-macam bunga semerbak yang wangi, yang di bawahnya mengalir anak-anak sungai bercabang-cabang, yang desiran airnya bagai mengandung pembangkit rindu.

Adam kesepian

Apa saja yg ada di dalam syurga semuanya nikmat! Tetapi apalah arti segalanya kalau hati selalu gelisah, resah di dalam kesepian seorang diri? Itulah satu-satunya kekurangan yang dirasakan Adam a.s di dalam syurga. Ia perlu akan sesuatu, iaitu kepada kawan sejenis yang akan mendampinginya di dalam kesenangan yang tak terhingga itu. Kadangkala kalau rindunya datang, turunlah ia ke bawah pohon-pohon rindang mencari hiburan, mendengarkan burung-burung bernyanyi bersahut-sahutan, tetapi aduhai kasihan…bukannya hati menjadi tenteram, malah menjadi lebih tertikam. Kalau angin bertiup sepoi-sepoi basah di mana daun-daunan bergerak lemah gemulai dan mendesirkan suara sayup-sayup, maka terkesanlah di hatinya keharuan yang begitu mendalam; dirasakannya sebagai derita batin yang dalam dibalik kenikmatan yang dianugerahkan Allah kepadanya.
Tetapi walaupun demikian, agaknya Adam a.s malu mengadukan halnya kepada Allah SWT. Namun, walaupun Adam a.s malu untuk mengadu, Allah Ta’ala sendiri Maha Tahu serta Maha Melihat apa yang tersembunyi di kalbu hamba-Nya. Oleh karena itu Allah Ta’ala ingin mengusir rasa kesepian Adam.

Hawa diciptakan

Tatkala Adam a.s sudah berada di puncak kerinduan dan keinginan untuk mendapatkan kawan, sedang ia lagi duduk termenung di atas tempat duduk yang berlapiskan tilam permadani serba mewah, maka tiba-tiba ngantukpun datang menawannya serta langsung membawanya hanyut ke alam tidur.
Adam a.s tertidur nyenyak, tak sadar kepada sesuatu yang ada di sekitarnya. Dalam saat-saat yang demikian itulah Allah SWT menyampaikan wahyu kepada malaikat Jibril a.s untuk mencabut tulang rusuk Adam a.s dari lambung sebelah kiri. Bagai orang yang sedang terbius, Adam a.s tidak merasakan apa-apa ketika tulang rusuknya dicabut oleh malaikat Jibril a.s.
Dan oleh kudrat kuasa Ilahi yang manakala menghendaki terjadinya sesuatu cukup berkata “Kun!” maka terciptalah Hawa dari tulang rusuk Adam a.s, sebagai insan kedua penghuni syurga dan sebagai pelengkap kurnia yang dianugerahkan kepada Adam a.s yang mendambakan seorang kawan tempat ia bisa bermesraan dan bersenda gurau.

Pertemuan Adam dan Hawa

Hawa duduk bersandar pada bantal lembut di atas tempat duduk megah yang bertatahkan emas dan permata-permata bermutu manikam, sambil terpesona memperhatikan kecerahan wajah dari seorang lelaki yang sedang terbaring, tak jauh di depannya.
Butir-butir fikiran yang menggelombang di dalam sanubari Hawa seolah-olah merupakan arus-arus tenaga listrik yang datang mengetuk kalbu Adam a.s, yang langsung menerimanya sebagai mimpi yang berkesan di dalam gambaran jiwanya seketika itu.
Adam terjaga….! Alangkah terkejutnya ia ketika dilihatnya ada makhluk manusia seperti dirinya hanya beberapa langkah di hadapannya. Ia seolah tak percaya pada penglihatannya. Ia masih terbaring mengusap matanya beberapa kali untuk memastikan apa yang sedang dilihatnya.
Hawa yang diciptakan lengkap dengan perasaan malu, segera memutar badannya sekedar untuk menyembunyikan bukit-bukit di dadanya, seraya mengirimkan senyum manis bercampur manja, diiringi pandangan melirik dari sudut mata yang memberikan sinar harapan bagi hati yang melihatnya.
Memang dijadikan Hawa dengan bentuk dan paras rupa yang sempurna. Ia dihiasi dengan kecantikan, kemanisan, keindahan, kejelitaan, kehalusan, kelemah-lembutan, kasih-sayang, kesucian, keibuan dan segala sifat-sifat keperibadian yang terpuji di samping bentuk tubuhnya yang mempesona serta memikat hati setiap yang memandangnya.
Ia adalah wanita tercantik yang menghiasai syurga, yang kecantikannya itu akan diwariskan turun temurun di hari kemudian, dan daripadanyalah maka ada kecantikan yang diwariskan kepada wanita-wanita yang datang dibelakangnya.
Adam a.s pun tak kurang gagah dan gantengnya. Tidak dijumpai cacat pada dirinya karena ia adalah satu-satunya makhluk insan yang dicipta oleh Allah SWT secara langsung tanpa perantaraan.
Semua ketampanan yang diperuntukkan bagi lelaki terkumpul padanya. Ketampanan itu pulalah yang diwariskan turun temurun kepada orang-orang di belakangnya sebagai anugerah Allah SWT kepada makhluk-Nya yang bergelar manusia. Bahkan diriwayatkan bahwa kelak semua penduduk syurga akan dibangkitkan dengan pantulan dari cahaya rupa Adam a.s.
Adam a.s bangkit dari pembaringannya, memperbaiki duduknya. Ia membuka matanya, memperhatikan dengan pandangan tajam. Ia sadar bahwa orang asing di depannya itu bukanlah bayangan selintas pandang, namun benar-benar suatu kenyataan dari wujud insani yang mempunyai bentuk fisik seperti dirinya. Ia yakin ia tidak salah pandang. Ia tahu itu manusia seperti dirinya, yang hanya berbeda kelaminnya saja. Ia serta merta dapat membuat kesimpulan bahwa makhluk di depannya adalah perempuan. Ia sadar bahwa itulah jenis yang dirindukannya. Hatinya gembira, bersyukur, bertahmid memuji Zat Maha Pencipta. Ia tertawa kepada gadis jelita itu, yang menyambutnya tersipu-sipu seraya menundukkan kepalanya dengan pandangan tak langsung, pandangan yang menyingkap apa yang terselip di kalbunya.

Adam terpikat

Adam terpikat pada wajah Hawa yang jelita, yang bagaikan kecantikan bidadari-bidadari di dalam syurga. Tuhan menanam asmara murni dan hasrat birahi di hati Adam a.s serta menjadikannya orang yang paling asyik dilamun cinta, yang tiada taranya dalam sejarah, yaitu kisah cinta dua insan di dalam syurga. Adam a.s ditakdirkan jatuh cinta kepada puteri yang paling cantik dari segala yang cantik, yang paling jelita dari segala yang jelita, dan yang paling harum dari segala yang harum.
Adam a.s dibisikkan oleh hatinya agar merayu Hawa. Ia berseru: “Aduh, hai si jelita, siapakah gerangan kekasih ini? Dari manakah datangmu, dan untuk siapakah engkau disini?” Suaranya sopan, lembut, dan penuh kasih sayang. “Aku Hawa,” sambutnya ramah. “Aku dari Pencipta!” suaranya tertegun seketika. “Aku….aku….aku, dijadikan untukmu!” tekanan suaranya menyakinkan.
Tiada suara yang seindah dan semerdu itu walaupun berbagai suara merdu dan indah terdengar setiap saat di dalam syurga. Tetapi suara Hawa….tidak pernah di dengarnya suara sebegitu indah yang keluar dari bibir mungil si wanita jelita itu. Suaranya membangkitkan rindu, gerakan tubuhnya menimbulkan semangat.
Kata-kata yang paling segar didengar Adam a.s ialah tatkala Hawa mengucapkan terputus-putus: “Aku….aku….aku, dijadikan untukmu!” Kata-kata itu nikmat, menambah kemesraan Adam kepada Hawa.
Adam a.s sadar bahwa nikmat itu datang dari Tuhan dan cintapun datang dari Tuhan. Ia tahu bahwa Allah SWT itu cantik, suka kepada kecantikan. Jadi, kalau cinta kepada kecantikan berartilah pula cinta kepada Tuhan. Jadi cinta itu bukan dosa tetapi malah suatu pengabdian. Dengan mengenali cinta, makrifat kepada Tuhan semakin mendalam. Cinta kepada Hawa berarti cinta kepada Pencipta. Dengan keyakinan demikian Adam a.s menjemput Hawa dengan berkata: “Kekasihku, ke marilah engkau!” Suaranya halus, penuh kemesraan.
“Aku malu!” balas Hawa seolah-olah menolak. Tangannya, kepalanya, memberi isyarat menolak seraya memandang Adam dengan penuh ketakjuban. “Kalau engkau yang inginkan aku, engkaulah yang ke sini!” Suaranya yang bagaikan irama seolah-olah memberi harapan. Adam tidak ragu-ragu. Ia mengayuh langkah gagah mendatangi Hawa. Maka sejak itulah menjadi adat bahwa wanita itu didatangi, bukan mendatangi.
Hawa bangkit dari tempat duduknya, bergeser beberapa langkah ke belakang. Ia sadar bahwa walaupun dirinya diperuntukkan bagi Adam a.s, namunlah haruslah mempunyai syarat-syarat tertentu. Di dalam sanubarinya, ia tak dapat menyangkal bahwa iapun terpesona dan tertarik kepada wajah Adam a.s yang sungguh indah.
Adam a.s tidak putus asa. Ia tahu itu bukan dosa. Ia tahu membaca isi hati. Ia tahu bukannya Hawa menolak, tetapi menghindarnya itu memanglah suatu perbuatan wajar dari sikap malu seorang gadis yang berbudi. Ia tahu bahwa di balik “malu” terselit “rasa mau”. Karenanya ia yakin pada dirinya bahwa Hawa diperuntukkan baginya. Naluri insaninya bergelora. Tatkala ia sudah dekat pada Hawa serta hendak mengulurkan tangan sucinya kepadanya, maka tiba-tiba terdengarlah panggilan ghaib berseru: “Hai Adam….tahanlah dirimu. Pergaulanmu dengan Hawa tidak halal kecuali dengan mahar dan menikah!”. Adam a.s tertegun, kembali ke tempatnya dengan taat. Hawa pun mendengar teguran itu dan hatinya tenteram.
Kedua manusia syurga itu sama-sama terdiam seolah-olah menunggu perintah.

Perkawinan Adam dan Hawa

Allah SWT. Yang Maha Pengasih untuk menyempurnakan nikmatnya lahir dan batin kepada kedua hamba-Nya yang saling memerlukan itu, segera memerintahkan gadis-gadis bidadari penghuni syurga untuk menghiasi dan menghibur mempelai perempuan itu serta membawakan kepadanya perhiasan-perhiasan syurga. Sementara itu diperintahkan pula kepada malaikat langit untuk berkumpul bersama-sama di bawah pohon “Syajarah Thuba”, menjadi saksi atas pernikahan Adam dan Hawa.
Diriwayatkan bahwa pada akad pernikahan itu Allah SWT. berfirman: “Segala puji adalah kepunyaan-Ku, segala kebesaran adalah pakaian-Ku, segala kemegahan adalah hiasan-Ku dan segala makhluk adalah hamba-Ku dan di bawah kekuasaan-Ku. Menjadi saksilah kamu hai para malaikat dan para penghuni langit dan syurga bahwa Aku menikahkan Hawa dengan Adam, kedua ciptaan-Ku dengan mahar, dan hendaklah keduanya bertahlil dan bertahmid kepada-Ku!”.

Malaikat dan para bidadari berdatangan

Setelah akad nikah selesai berdatanganlah para malaikat dan para bidadari menyebarkan mutiara-mutiara yaqut dan intan-intan permata kemilau kepada kedua pengantin agung tersebut. Selesai upacara akad, diantarlah Adam a.s mendapatkan isterinya di istana megah yang akan mereka diami.
Hawa menuntut haknya. Hak yang disyariatkan Tuhan sejak semula. “Mana mahar?” tanyanya. Ia menolak bersentuhan sebelum mahar pemberian dibayar dulu.
Adam a.s bingung seketika. Lalu sadar bahwa untuk menerima haruslah bersedia memberi. Ia insaf bahwa yang demikian itu haruslah menjadi kaidah pertama dalam pergaulan hidup.
Sekarang ia sudah mempunyai kawan. Antara sesama kawan harus ada saling memberi dan saling menerima. Pemberian pertama pada pernikahan untuk menerima kehalalan ialah mahar. Oleh karenanya Adam a.s menyedari bahwa tuntutan Hawa untuk menerima mahar adalah benar.

Mahar perkahwinan Adam

Pergaulan hidup adalah persahabatan! Dan pergaulan antara lelaki dengan wanita akan berubah menjadi perkawinan apabila disertai dengan mahar. Dan kini apakah bentuk mahar yang harus diberikan? Itulah yang sedang dipikirkan Adam.
Untuk keluar dari keraguan, Adam a.s berseru: “Ilahi, Rabbi! Apakah gerangan yang akan kuberikan kepadanya? Emaskah, intankah, perak atau permata?”. “Bukan!” kata Tuhan. “Apakah hamba akan berpuasa atau sholat atau bertasbih untuk-Mu sebagai maharnya?” tanya Adam a.s dengan penuh pengharapan. “Bukan!” tegas suara Ghaib. Adam diam, mententeramkan jiwanya. Kemudian bermohon dengan tekun: “Kalau begitu tunjukilah hamba-Mu jalan keluar!”.
Allah SWT. berfirman: “Mahar Hawa ialah sholawat sepuluh kali kepada Nabi-Ku, Nabi yang bakal Kubangkitkan, yang membawa pernyataan dari sifat-sifat-Ku: Muhammad, cincin permata dari para anbiya’ dan penutup serta penghulu segala Rasul. Ucapkanlah sepuluh kali!”.
Adam a.s merasa lega. Ia mengucapkan sepuluh kali sholawat ke atas Nabi Muhammad SAW. sebagai mahar kepada isterinya. Suatu mahar yang bernilai spiritual, karena Nabi Muhammad SAW adalah rohmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam).
Hawa mendengarkannya dan menerimanya sebagai mahar. “Hai Adam, kini Aku halalkan Hawa bagimu”, perintah Allah, “dan dapatlah ia sebagai isterimu!”. Adam a.s bersyukur lalu masuk kamar isterinya dengan ucapan salam. Hawa menyambutnya dengan segala keterbukaan dan cinta kasih yang tulus Allah SWT. berfirman kepada mereka: “Hai Adam, diamlah engkau bersama isterimu di dalam syurga dan makanlah (serta nikmatilah) apa saja yang kamu berdua ingini, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini karena (apabila mendekatinya) kamu berdua akan menjadi zalim”. (Al-A’raaf: 19). Dengan pernikahan ini Adam a.s tidak lagi merasa kesepian di dalam syurga. Inilah percintaan dan pernikahan yang pertama dalam sejarah ummat manusia, dan berlangsung di dalam syurga yang penuh kenikmatan. yaitu sebuah pernikahan agung yang dihadiri oleh para bidadari, jin dan disaksikan oleh para malaikat.
Peristiwa pernikahan Adam dan Hawa terjadi pada hari Jum’at. Entah berapa lama keduanya berdiam di syurga, hanya Allah SWT yang tahu. Lalu keduanya diperintahkan turun ke bumi. Turun ke bumi untuk menyebar luaskan keturunan yang akan mengabdi kepada Allah SWT dengan janji bahwa syurga itu tetap tersedia di hari kemudian bagi hamba-hamba yang beriman dan beramal sholeh.

Firman Allah SWT.: “Kami berfirman: Turunlah kamu dari syurga itu. Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Al-Baqarah: 38).

***
Dari Sahabat

Jaga senyum, jaga semangat dan jaga selalu hati anda :)

By : Chelsea Arifin

Jumat, 23 Maret 2012

"Anda Melakukan Tiga Kesalahan"
 
   Umar bin Khatab terkenal sebagai khalifah yang suka berjalan di tengah malam untuk mengontrol keadaan rakyatnya. Di suatu malam, Umar mendengar suara seorang laki-laki dalam sebuah rumah yang sedang tertawa asyik ditingkahi gelegak tawa wanita.

   Umar mengintip, lalu memanjat jendela dan masuk ke rumah tersebut seraya menghardik, “hai hamba Allah! apakah kamu mengira Allah akan menutup aibmu padahal kamu berbuat maksiat!!!”


   Orang tua itu menjawab dengan tenang, “Jangan terburu-buru ya Umar, saya boleh jadi melakukan satu kesalahan tapi anda telah melakukan tiga kesalahan. 

Pertama, Allah berfirman, Wa la tajassasu…”jangan kamu (mengintip) mencari-cari kesalahan orang lain” (al-Hujurat: 12).


Wa qad tajassasta (dan Anda telah melakukan tajasus).

Kedua, “Masuklah ke rumah-rumah dari pintunya” (Al-Baqarah 189) dan Anda sudah menyelinap masuk.

Ketiga, anda sudah masuk rumah tanpa izin, sedangkan Allah telah berfirman, “Janganlah kamu masuk ke rumah yang bukan rumahmu sebelum kamu meminta izin…” (An-Nur 27)


   Umar berkata, “apakah lebih baik disisimu kalau aku memaafkanmu?” Lelaki tersebut menjawab, “ya”. Lalu Umar pun memaafkannya dan pergi dari rumah tersebut.

Sekarang tengoklah tingkah laku kita. Bukankah Kita lebih suka mencari kesalahan saudara kita. Bila kita tak jumpai rekan kita di pengajian, kita tuduh dia sebagai orang yang melalaikan diri dari mengingat Allah. Ketika kali kedua, kita tak menemui saudara kita saat sholat jum’at, kita cap dia sebagai orang yang lebih mementingkan urusan dunia daripada urusan akherat. Ketika kali ketiga kita lihat dia duduk bersenda gurau dengan lawan jenisnya, mulai kita berpikir bahwa saudara kita tersebut telah terkunci mata hatinya.

   Dengan tuduhan dan prasangka seperti itu, boleh jadi kita telah melakukan beberapa kali kesalahan yang lebih banyak dibanding saudara kita tersebut. Mari kita tanamkan sifat Khusnudhon (berprasangka baik) kepada orang lain.

***
Dari Sahabat


 keep smiling, keep the spirit and always keep your heart :)


By : Chelsea Arifin

Kamis, 22 Maret 2012

"Kejujuran"

     Sebagian orang tua mengatakan,
“Kami kasihan kepada anak-anak kami, jika kami membebani mereka dengan kegiatan ini….karena masih sangat kecil.” Tatkala mendengar kata yg bernada keberatan ini, Syaikh Ibnu Zhafar Al-Makki berkata, “Tatkala telah mampu menghafal ayat :Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah untuk bersembahyang di malam hari, kecuali sedikit daripadanya (QS.Al-Muzammil [73]:1)

Abu Yazid Thaifur Ibn Isa Al-Basthami berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku, kepada siapakah Allah berkata dalam ayat ini?”
Sang Ayah berkata,“Kepada Nabi”
Sang anak bertanya, “Wahai ayahku, mengapa engkau tidak berbuat seperti apa yg diperbuat Nabi?”

Sang Ayah berkata, “Wahai anakku, shalat malam hanya dikhususkan bagi Nabi saw, hanya wajib bagi beliau bukan umatnya.”
Sang anak terdiam. Tatkala telah menghafal ayat :”Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwa kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua per tiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan demikian pula segolongan dari orang-orang yg bersama kamu (QS. Al-Muzammil [73]:20), sang anak berkata kepada ayahnya,

 “Wahai ayah, aku mendengar bahwa segolongan orang menjalankan shalat malam, siapakah mereka?”
Sang ayah menjawab, “mereka adalah para sahabat.”
Sang anak bertanya, “Wahai ayah, apakah baiknya meninggalkan sesuatu yg dilakukan oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya?”
“Kamu benar, wahai anakku” timpal sang ayah. Dan sejak saat itu, sang ayah mulai terbiasa bangun malam dan menjalankan shalat. Pada suatu malam, Abu Zaid terbangun dan melihat ayahnya shalat. Ia pun berkata kepada ayahnya,

“Wahai ayah, ajarilah aku bagaimana cara berwudhu dan shalat bersamamu!”
“Wahai anakku, tidurlah, engkau masih kecil!!”
“Wahai ayah, jika pada suatu saat manusia keluar dari kubur dalam keadaan bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka balasan pekerjaan mereka, maka aku akan berkata kepada Tuhanku, “Sesungguhnya aku telah berkata kepada ayahku, “wahai ayah, ajarilah aku bagaimana cara berwudhu dan shalat bersamamu!” lalu ayah mengabaikan permintaanku, setelah itu ayah berkata, “wahai anakku, tidurlah, engkau masih kecil!!”. 

Apakah ayah suka jika aku berkata seperti ini kepada Tuhan?”
Maka sang ayahpun berkata, “Tidak!! Demi Allah, aku tidak suka engkau berkata seperti itu kepada Tuhan.” Maka sejak saat itu, sang ayah mengajari anaknya shalat dan setelah itu, sang anak terbiasa shalat bersama ayahnya.
 
 
Jaga senyum jaga semangat dan jaga selalu hati anda :)
 
By : Chelsea Arifin

Rabu, 21 Maret 2012

Taubat Lelaki yang Sibuk

Taubat Lelaki yang Sibuk

    Diceritakan bahwa ada seseorang menceritakan kepada Hasan Al-Basri: “Wahai Abu Said! Di sini ada seorang lelaki yang tidak mau berkumpul dengan orang ramai. Dia sentiasa duduk sendirian saja.”


    Hasan pergi kepada orang yang dimaksudkan itu dan berkata: “Wahai hamba Allah! Aku melihat engkau suka duduk menyendiri saja. Mengapa engkau tidak suka bergaul dengan orang ramai?”


     “Ada suatu perkara yang telah menyibukkan aku dari berkumpul dengan manusia.”

“Sekurang-kurangnya engkau pergi kepada lelaki yang dipanggil sebagai Hasan Al-Basri dan duduk di majlis ilmunya.” kata Hasan lagi.

    “Ada satu perkara yang mencegah aku dari berkumpul dengan manusia termasuk Hasan Al-Basri.” Kata lelaki itu.


    “Semoga Allah merahmatimu. Apakah gerangan yang sentiasa menyibukkan engkau?”

“Aku setiap hari terjepit di antara nikmat dan dosa. Maka setiap hari diriku sibuk mensyukuri nikmat-nikmat Allah dan sibuk bertaubat atas dosa-dosa tersebut.” Jawab lelaki itu.

    “Wahai hamba Allah! Kalau begitu engkau lebih alim dari Hasan Al-Basri. Maka kekalkanlah amalan yang telah engkau lakukan.” Kata Hasan Al-Basri.

***
Dari Sahabat

Jaga senyum,jaga semangat dan jaga selalu hati anda :) makasih...


By : Chelsea Arifin

Selasa, 20 Maret 2012

Tangisan pemimpin Yang takut Pada Allah

Tangisan Seorang Pemimpin Yang Takut Pada Alloh 

     UMAR bin ABDUL AZIZ, Dia seorang hafizh, mujtahid, sangat mendalam ilmunya, zuhud,ahli ibadah dan sosok pemimpin kaum Muslimin yang sejati. Dia juga disebut Abu Hafsh,dari suku Quraisy,Bani Umayyah. Istrinya, Fathimah pernah berkata, “ Dikalangan kaum laki-laki memang ada yang shalat dan puasanya lebih banyak dari Umar. Tetapi aku tidak melihat seorangpun yang lebih banyak ketakutannya kepada Allah daripada Umar, jika masuk rumah ia langsung menuju tempat shalatnya, bersimpuh dan menangis sambil berdoa kepada Alloh hingga tertidur. Kemudian dia bangun dan berbuat seperti itu sepanjang malam.”

     Takkala menyampaikan khutbah terakhirnya, Umar bin Abdul Aziz naik keatas mimbar, memuji Alloh, lalu berkata, “ Sesungguhnya ditanganmu kini tergenggam harta orang-orang yang binasa. Orang-orang yang hidup pada generasi mendatang akan meninggalkannya, seperti yang telah dilakukan oleh generasi yang terdahulu. Tidakkah kamu ketahui bahwa siang dan malam kamu sekalian mengarak jasad yang siap menghadap Allah, lalu kamu membujurkannya di dalam rekahan bumi, tanpa tikar tanpa bantal, lalu kamu menimbunnya dalam kegelapan bumi ?. Jasad itu telah meninggalkan harta dan kekasih-kekasihnya. Dia terbujur dikolong bumi, siap menghadap hisab. Dia tak mampu berbuat apa-apa menghadapi keadaan sekitarnya dan tidak lagi membutuhkan semua yang ditinggalkannnya. Demi Allah, kusampaikanhal ini kepadamu sekalian, karena aku tidak tahu apa yang terbatik didalam hati seorang seperti yang kuketahui pada diriku sendiri “


    Selanjutnya Umar bin Abdul Aziz menarik ujung bajunya, menyeka air mata, lalu turun dari mimbar. Sejak itu dia tidak keluar rumah lagi kecuali setelah jasadnya sudah membeku.

Diriwayatkan dari Abdus-Salam, mantan budak Maslamah bin Abdul Malik, dia berkata: “ Umar bin Abdul Aziz pernah menangis, melihat ia menangis, istrinya dan semua anggota keluarganya pun ikut menangis, padahal mereka tidak tahu persis apa pasalnya mereka ikut-ikutan menangis”.
Setelah suasana reda, Fathimah, istrinya bertanya: “Demi ayahku sebagai jaminan, wahai Amirul Mukminin, apa yang membuat engkau menangis? “. Umar bin Abdul aziz menjawab, “ Wahai fathimah, aku ingat akan persimpangan jalan manusia takkala berada di hadapan Alloh, bagaimana sebagian diantara mereka berada di sorga dan sebagian lain berada di neraka
***

Semoga kisah ini bermanfaat buat anda para pembaca :)   
Jaga senyum,jaga semangat dan jaga selau hati anda :)

By : Chelsea Arifin

Senin, 19 Maret 2012

***Berbulan Madu dengan Bidadari…



***Berbulan Madu dengan Bidadari…

    Pada zaman Rasulullah SAW hiduplah seorang pemuda yang bernama Zahid yang berumur 35 tahun namun belum juga menikah. Dia tinggal di Suffah masjid Madinah. Ketika sedang memperkilat pedangnya tiba-tiba Rasulullah SAW datang dan mengucapkan salam. Zahid kaget dan menjawabnya agak gugup.


   “Wahai saudaraku Zahid….selama ini engkau sendiri saja,” Rasulullah SAW menyapa.

“Allah bersamaku ya Rasulullah,” kata Zahid.
“Maksudku kenapa engkau selama ini engkau membujang saja, apakah engkau tidak ingin menikah…,” kata Rasulullah SAW.
Zahid menjawab, “Ya Rasulullah, aku ini seorang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap dan wajahku jelek, siapa yang mau denganku ya Rasulullah?”
” Asal engkau mau, itu urusan yang mudah!” kata Rasulullah SAW.

    Kemudian Rasulullah SAW memerintahkan sekretarisnya untuk membuat surat yang isinya adalah melamar kepada wanita yang bernama Zulfah binti Said, anak seorang bangsawan Madinah yang terkenal kaya raya dan terkenal sangat cantik jelita. Akhirnya, surat itu dibawah ke rumah Zahid dan oleh Zahid dibawa kerumah Said. Karena di rumah Said sedang ada tamu, maka Zahid setelah memberikan salam kemudian memberikan surat tersebut dan diterima di depan rumah Said.

“Wahai saudaraku Said, aku membawa surat dari Rasul yang mulia diberikan untukmu saudaraku.”

 Said menjawab, “Adalah suatu kehormatan buatku.”
 
   Lalu surat itu dibuka dan dibacanya. Ketika membaca surat tersebut, Said agak terperanjat karena tradisi Arab perkawinan yang selama ini biasanya seorang bangsawan harus kawin dengan keturunan bangsawan dan yang kaya harus kawin dengan orang kaya, itulah yang dinamakan SEKUFU.
Akhirnya Said bertanya kepada Zahid, “Wahai saudaraku, betulkah surat ini dari Rasulullah?”
Zahid menjawab, “Apakah engkau pernah melihat aku berbohong….”
Dalam suasana yang seperti itu Zulfah datang dan berkata, “Wahai ayah, kenapa sedikit tegang terhadap tamu ini…. bukankah lebih disuruh masuk?”
“Wahai anakku, ini adalah seorang pemuda yang sedang melamar engkau supaya engkau menjadi istrinya,” kata ayahnya.

   Disaat itulah Zulfah melihat Zahid sambil menangis sejadi-jadinya dan berkata, “Wahai ayah, banyak pemuda yang tampan dan kaya raya semuanya menginginkan aku, aku tak mau ayah…..!” dan Zulfah merasa dirinya terhina.

   Maka Said berkata kepada Zahid, “Wahai saudaraku, engkau tahu sendiri anakku tidak mau…bukan aku menghalanginya dan sampaikan kepada Rasulullah bahwa lamaranmu ditolak.”
Mendengar nama Rasul disebut ayahnya, Zulfah berhenti menangis dan bertanya kepada ayahnya, “Wahai ayah, mengapa membawa-bawa nama rasul?”
Akhirnya Said berkata, “Ini yang melamarmu adalah perintah Rasulullah.”
Maka Zulfah istighfar beberapa kali dan menyesal atas kelancangan perbuatannya itu dan berkata kepada ayahnya, “Wahai ayah, kenapa sejak tadi ayah berkata bahwa yang melamar ini Rasulullah, kalau begitu segera aku harus dikawinkan dengan pemuda ini. Karena ingat firman Allah dalam 
Al-Qur’an surat 24 : 51.

 “Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) diantara mereka ialah ucapan. Kami mendengar, dan kami patuh/taat”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. 24:51)”

    Zahid pada hari itu merasa jiwanya melayang ke angkasa dan baru kali ini merasakan bahagia yang tiada tara dan segera pamit pulang. Sampai di masjid ia bersujud syukur. Rasul yang mulia tersenyum melihat gerak-gerik Zahid yang berbeda dari biasanya.
“Bagaimana Zahid?”
“Alhamdulillah diterima ya rasul,” jawab Zahid.
“Sudah ada persiapan?”
Zahid menundukkan kepala sambil berkata, “Ya Rasul, kami tidak memiliki apa-apa.”
Akhirnya Rasulullah menyuruhnya pergi ke Abu Bakar, Ustman, dan Abdurrahman bi Auf. Setelah mendapatkan uang yang cukup banyak, Zahid pergi ke pasar untuk membeli persiapan perkawinan. Dalam kondisi itulah Rasulullah SAW menyerukan umat Islam untuk menghadapi kaum kafir yang akan menghancurkan Islam.
Ketika Zahid sampai di masjid, dia melihat kaum Muslimin sudah siap-siap dengan perlengkapan senjata, Zahid bertanya, “Ada apa ini?”
Sahabat menjawab, “Wahai Zahid, hari ini orang kafir akan menghancurkan kita, maka apakah engkau tidak mengerti?”.
Zahid istighfar beberapa kali sambil berkata, “Wah kalau begitu perlengkapan kawin ini akan aku jual dan akan kubelikan kuda yang terbagus.”
Para sahabat menasehatinya, “Wahai Zahid, nanti malam kamu berbulan madu, tetapi engkau hendak berperang?”
Zahid menjawab dengan tegas, “Itu tidak mungkin!”
Lalu Zahid menyitir ayat sebagai berikut,

 “Jika bapak-bapak, anak-anak, suadara-saudara, istri-istri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih baik kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya (dari) berjihad di jalan-Nya. Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS. 9:24).

    Akhirnya Zahid (Aswad) maju ke medan pertempuran dan mati syahid di jalan Allah.
Rasulullah berkata, “Hari ini Zahid sedang berbulan madu dengan bidadari yang lebih cantik daripada Zulfah.”
Lalu Rasulullah membacakan Al-Qur’an surat 3 : 169-170 dan 2:154). 

“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur dijalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rizki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal dibelakang yang belum menyusul mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati“.(QS 3: 169-170).

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati, bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS. 2:154).

    Pada saat itulah para sahabat meneteskan air mata dan Zulfahpun berkata, “Ya Allah, alangkah bahagianya calon suamiku itu, jika aku tidak bisa mendampinginya di dunia izinkanlah aku mendampinginya di akhirat.”
HIKMAH
Mudah-mudahan bermanfaat dan bisa menjadi renungan buat kita bahwa, “Untuk Allah di atas segalanya, and die as syuhada.” Jazakumullah.
***

Jaga semangat,jaga senyum dan jagalah selalu hati anda :)

By : Chelsea Arifin

Minggu, 18 Maret 2012

Bukti Tuhan itu Ada


"Bukti Tuhan itu Ada"

Assalamu’alaikum wr wb,

     Beriman bahwa Tuhan itu ada adalah iman yang paling utama. Jika seseorang sudah tidak percaya bahwa Tuhan itu ada, maka sesungguhnya orang itu dalam kesesatan yang nyata.

     Benarkah Tuhan itu ada? Kita tidak pernah melihat Tuhan. Kita juga tidak pernah bercakap-cakap dengan Tuhan. Karena itu, tidak heran jika orang-orang atheist menganggap Tuhan itu tidak ada. Cuma khayalan orang belaka.


     Ada kisah zaman dulu tentang orang atheist yang tidak percaya dengan Tuhan. Dia mengajak berdebat seorang alim mengenai ada atau tidak adanya Tuhan. Di antara pertanyaannya adalah: “Benarkah Tuhan itu ada” dan “Jika ada, di manakah Tuhan itu?”


     Ketika orang atheist itu menunggu bersama para penduduk di kampung tersebut, orang alim itu belum juga datang. Ketika orang atheist dan para penduduk berpikir bahwa orang alim itu tidak akan datang, barulah muncul orang alim tersebut.

   “Maaf jika kalian menunggu lama. Karena hujan turun deras, maka sungai menjadi banjir, sehingga jembatannya hanyut dan saya tak bisa menyeberang. Alhamdulillah tiba-tiba ada sebatang pohon yang tumbang. Kemudian, pohon tersebut terpotong-potong ranting dan dahannya dengan sendirinya, sehingga jadi satu batang yang lurus, hingga akhirnya menjadi perahu. Setelah itu, baru saya bisa menyeberangi sungai dengan perahu tersebut.” Begitu orang alim itu berkata.


    Si Atheist dan juga para penduduk kampung tertawa terbahak-bahak. Dia berkata kepada orang banyak, “Orang alim ini sudah gila rupanya. Masak pohon bisa jadi perahu dengan sendirinya. Mana bisa perahu jadi dengan sendirinya tanpa ada yang membuatnya!” Orang banyak pun tertawa riuh.

Setelah tawa agak reda, orang alim pun berkata, “Jika kalian percaya bahwa perahu tak mungkin ada tanpa ada pembuatnya, kenapa kalian percaya bahwa bumi, langit, dan seisinya bisa ada tanpa penciptanya? Mana yang lebih sulit, membuat perahu, atau menciptakan bumi, langit, dan seisinya ini?”
Mendengar perkataan orang alim tersebut, akhirnya mereka sadar bahwa mereka telah terjebak oleh pernyataan mereka sendiri.

   “Kalau begitu, jawab pertanyaanku yang kedua,” kata si Atheist. “Jika Tuhan itu ada, mengapa dia tidak kelihatan. Di mana Tuhan itu berada?” Orang atheist itu berpendapat, karena dia tidak pernah melihat Tuhan, maka Tuhan itu tidak ada.


    Orang alim itu kemudian menampar pipi si atheist dengan keras, sehingga si atheist merasa kesakitan.

“Kenapa anda memukul saya? Sakit sekali.” Begitu si Atheist mengaduh.
Si Alim bertanya, “Ah mana ada sakit. Saya tidak melihat sakit. Di mana sakitnya?”
“Ini sakitnya di sini,” si Atheist menunjuk-nunjuk pipinya.
“Tidak, saya tidak melihat sakit. Apakah para hadirin melihat sakitnya?” Si Alim bertanya ke orang banyak.

 Orang banyak berkata, “Tidak!”

   “Nah, meski kita tidak bisa melihat sakit, bukan berarti sakit itu tidak ada. Begitu juga Tuhan. Karena kita tidak bisa melihat Tuhan, bukan berarti Tuhan itu tidak ada. Tuhan ada. Meski kita tidak bisa melihatNya, tapi kita bisa merasakan ciptaannya.” Demikian si Alim berkata.
Sederhana memang pembuktian orang alim tersebut. Tapi pernyataan bahwa Tuhan itu tidak ada hanya karena panca indera manusia tidak bisa mengetahui keberadaan Tuhan adalah pernyataan yang keliru.
Berapa banyak benda yang tidak bisa dilihat atau didengar manusia, tapi pada kenyataannya benda itu ada?

    Betapa banyak benda langit yang jaraknya milyaran, bahkan mungkin trilyunan cahaya yang tidak pernah dilihat manusia, tapi benda itu sebenarnya ada?
Berapa banyak zakat berukuran molekul, bahkan nukleus (rambut dibelah 1 juta), sehingga manusia tak bisa melihatnya, ternyata benda itu ada? (manusia baru bisa melihatnya jika meletakan benda tersebut ke bawah mikroskop yang amat kuat).
Berapa banyak gelombang (entah radio, elektromagnetik. Listrik, dan lain-lain) yang tak bisa dilihat, tapi ternyata hal itu ada.
Benda itu ada, tapi panca indera manusia lah yang terbatas, sehingga tidak mengetahui keberadaannya.

   Kemampuan manusia untuk melihat warna hanya terbatas pada beberapa frekuensi tertentu, demikian pula suara. Terkadang sinar yang amat menyilaukan bukan saja tak dapat dilihat, tapi dapat membutakan manusia. Demikian pula suara dengan frekuensi dan kekerasan tertentu selain ada yang tak bisa didengar juga ada yang mampu menghancurkan pendengaran manusia. Jika untuk mengetahui keberadaan ciptaan Allah saja manusia sudah mengalami kesulitan, apalagi untuk mengetahui keberadaan Sang Maha Pencipta!
Memang sulit membuktikan bahwa Tuhan itu ada. Tapi jika kita melihat pesawat terbang, mobil, TV, dan lain-lain, sangat tidak masuk akal jika kita berkata semua itu terjadi dengan sendirinya. Pasti ada pembuatnya.
Jika benda-benda yang sederhana seperti korek api saja ada pembuatnya, apalagi dunia yang jauh lebih kompleks.

   Bumi yang sekarang didiami oleh sekitar 8 milyar manusia, keliling lingkarannya sekitar 40 ribu kilometer panjangnya. Matahari, keliling lingkarannya sekitar 4,3 juta kilometer panjangnya.
Matahari, dan 9 planetnya yang tergabung dalam Sistem Tata Surya, tergabung dalam galaksi Bima Sakti yang panjangnya sekitar 100 ribu tahun cahaya (kecepatan cahaya=300 ribu kilometer/detik!) bersama sekitar 100 milyar bintang lainnya. Galaksi Bima Sakti, hanyalah 1 galaksi di antara ribuan galaksi lainnya yang tergabung dalam 1 “Cluster”. Cluster ini bersama ribuan Cluster lainnya membentuk 1 Super Cluster. Sementara ribuan Super Cluster ini akhirnya membentuk “Jagad Raya” (Universe) yang bentangannya sejauh 30 Milyar Tahun Cahaya! Harap diingat, angka 30 Milyar Tahun Cahaya baru angka estimasi saat ini, karena jarak pandang teleskop tercanggih baru
Bayangkan, jika jarak bumi dengan matahari yang 150 juta kilometer ditempuh oleh cahaya hanya dalam 8 menit, maka seluruh Jagad Raya baru bisa ditempuh selama 30 milyar tahun cahaya. Itulah kebesaran ciptaan Allah! Jika kita yakin akan kebesaran ciptaan Tuhan, maka hendaknya kita lebih meyakini lagi kebesaran penciptanya.

   Dalam Al Qur’an, Allah menjelaskan bahwa Dialah yang menciptakan langit, bintang, matahari, bulan, dan lain-lain:
“Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya.” [Al Furqoon:61]

   Ada jutaan orang yang mengatur lalu lintas jalan raya, laut, dan udara. Mercusuar sebagai penunjuk arah di bangun, demikian pula lampu merah dan radar. Menara kontrol bandara mengatur lalu lintas laut dan udara. Sementara tiap kendaraan ada pengemudinya. Bahkan untuk pesawat terbang ada Pilot dan Co-pilot, sementara di kapal laut ada Kapten, juru mudi, dan lain-lain. Toh, ribuan kecelakaan selalu terjadi di darat, laut, dan udara. Meski ada yang mengatur, tetap terjadi kecelakaan lalu lintas.

Sebaliknya, bumi, matahari, bulan, bintang, dan lain-lain selalu beredar selama milyaran tahun lebih (umur bumi diperkirakan sekitar 4,5 milyar tahun) tanpa ada tabrakan. Selama milyaran tahun, tidak pernah bumi menabrak bulan, atau bulan menabrak matahari. Padahal tidak ada rambu-rambu jalan, polisi, atau pun pilot yang mengendarai. Tanpa ada Tuhan yang Maha Mengatur, tidak mungkin semua itu terjadi. Semua itu terjadi karena adanya Tuhan yang Maha Pengatur. Allah yang telah menetapkan tempat-tempat perjalanan (orbit) bagi masing-masing benda tersebut. Jika kita sungguh-sungguh memikirkan hal ini, tentu kita yakin bahwa Tuhan itu ada.
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” [Yunus:5]
“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.” [Yaa Siin:40]


    Sungguhnya orang-orang yang memikirkan alam, insya Allah akan yakin bahwa Tuhan itu ada:
“Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas `Arsy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu.” [Ar Ra'd:2]
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” [Ali Imron:191]


    Terhadap manusia-manusia yang sombong dan tidak mengakui adanya Tuhan, Allah menanyakan kepada mereka tentang makhluk ciptaannya. Manusiakah yang menciptakan, atau Tuhan yang Maha Pencipta:
“Maka terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu pancarkan. Kamukah yang menciptakannya, atau Kamikah yang menciptakannya?” [Al Waaqi'ah:58-59]

“Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam? Kamukah yang menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkannya?” [Al Waaqi'ah:63-64]

“Kamukah yang menjadikan kayu itu atau Kamikah yang menjadikannya?” [Al Waaqi'ah:72]

   Di ayat lain, bahkan Allah menantang pihak lain untuk menciptakan lalat jika mereka mampu. Manusia mungkin bisa membuat robot dari bahan-bahan yang sudah diciptakan oleh Allah. Tapi untuk menciptakan seekor lalat dari tiada menjadi ada serta makhluk yang bisa bereproduksi (beranak-pinak), tak ada satu pun yang bisa menciptakannya kecuali Allah:

“…Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.” [Al Hajj:73]

    Sesungguhnya, masih banyak ayat-ayat Al Qur’an lainnya yang menjelaskan bahwa sesungguhnya, Tuhan itu ada, dan Dia lah yang Maha Pencipta.


Jaga senyum, jaga semangat dan jagalah selalu hati anda :)

By : Chelsea Arifin

Sabtu, 17 Maret 2012

Wanita Pertama Yang Masuk Surga


"Wanita Pertama Yang Masuk Surga"

   Dan siapakah nama wanita itu? Dia adalah Muti’ah.
Kaget? Sama seperti Siti Fatimah ketika itu, yang mengira dirinyalah yang pertama kali masuk surga.

   Siapakah Muti’ah? Karena rasa penasaran yang tinggi, Siti Fatimah pun mencari seorang wanita yang bernama Muti’ah ketika itu. Beliau juga ingin tahu, amal apakah yang bisa membuat wanita itu bisa masuk surga pertama kali? Setelah bertanya-tanya, akhirnya Siti Fatimah mengetahui rumah seorang wanita yang bernama Muti’ah. Kali ini ia ingin bersilaturahmi ke rumah wanita tersebut, ingin melihat lebih dekat kehidupannya. Waktu itu, Siti Fatimah berkunjung bersama dengan anaknya yang masih kecil, Hasan. Setelah mengetuk pintu, terjadilah dialog.


    “Di luar, siapa?” kata Muti’ah tidak membukakan pintu.

“Saya Fatimah, putri Rasulullah”
“Oh, iya. Ada keperluan apa?”
“Saya hanya berkunjung saja”
“Anda seorang diri atau bersama dengan lainnya?”
“Saya bersama dengan anak saya, Hasan?”
“Maaf, Fatimah. Saya belum mendapatkan izin dari suami saya untuk menerima tamu laki-laki”
“Tetapi Hasan masih anak-anak”
“Walaupun anak-anak, dia lelaki juga kan? Maaf ya. Kembalilah besok, saya akan meminta izin dulu kepada suami saya”
“Baiklah” kata Fatimah dengan nada kecewa. Setelah mengucapkan salam, ia pun pergi.
Keesokan harinya, Siti Fatimah kembali berkunjung ke rumah Muti’ah. Selain mengajak Hasan, ternyata Husein (saudara kembar Hasan) merengek meminta ikut juga. Akhirnya mereka bertiga pun berkunjung juga ke rumah Muti’ah. Terjadilah dialog seperti hari kemarin.
“Suami saya sudah memberi izin bagi Hasan”
“Tetapi maaf, Muti’ah. Husein ternyata merengek meminta ikut. Jadi saya ajak juga!”
“Dia perempuan?”
“Bukan, dia lelaki”
“Wah, saya belum memintakan izin bagi Husein.”
“Tetapi dia juga masih anak-anak”
“Walaupun anak-anak, dia juga lelaki. Maaf ya. Kembalilah esok!”
“Baiklah” Kembali Siti Fatimah kecewa.

    Namun rasa penasarannya demikian besar untuk mengetahui, rahasia apakah yang menyebabkan wanita yang akan dikunjunginya tersebut diperkanankan masuk surga pertama kali. Akhirnya hari esok pun tiba. Siti Fatimah dan kedua putranya kembali mengunjungi kediaman Mutiah. Karena semuanya telah diberi izin oleh suaminya, akhirnya mereka pun diperkenankan berkunjung ke rumahnya. Betapa senangnya Siti Fatimah karena inilah kesempatan bagi dirinya untuk menguak misteri wanita tersebut.

Menurut Siti Fatimah, wanita yang bernama Muti’ah sama juga seperti dirinya dan umumnya wanita. 

    Ia melakukan shalat dan lainnya. Hampir tidak ada yang istimewa. Namun, Siti Fatimah masih penasaran juga. Hingga akhirnya ketika telah lama waktu berbincang, “rahasia” wanita itu tidak terkuak juga. Akhirnya, Muti’ah pun memberanikan diri untuk memohon izin karena ada keperluan yang harus dilakukannya.

“Maaf Fatimah, saya harus ke ladang!”
“Ada keperluan apa?”
“Saya harus mengantarkan makanan ini kepada suami saya”
“Oh, begitu”

   Tidak ada yang salah dengan makanan yang dibawa Muti’ah yang disebut-sebut sebagai makanan untuk suaminya. Namun yang tidak habis pikir, ternyata Muti’ah juga membawa sebuah cambuk.

“Untuk apa cambuk ini, Muti’ah?” kata Fatimah penasaran.
“Oh, ini. Ini adalah kebiasaanku semenjak dulu”
Fatimah benar-benar penasaran. “Ceritakanlah padaku!”
“Begini, setiap hari suamiku pergi ke ladang untuk bercocok tanam. Setiap hari pula aku mengantarkan makanan untuknya. Namun disertai sebuah cambuk. Aku menanyakan apakah makanan yang aku buat ini enak atau tidak, apakah suaminya seneng atau tidak. Jika ada yang tidak enak, maka aku ikhlaskan diriku agar suamiku mengambil cambuk tersebut kemudian mencambukku. Ini aku lakukan agar suamiku ridlo dengan diriku. Dan tentu saja melihat tingkah lakuku ini, suamiku begitu tersentuh hatinya. Ia pun ridlo atas diriku. Dan aku pun ridlo atas dirinya”

   “Masya Allah, hanya demi menyenangkan suami, engkau rela melakukan hal ini, Muti’ah?”

“Saya hanya memerlukan keridloannya. Karena istri yang baik adalah istri yang patuh pada suami yang baik dan sang suami ridlo kepada istrinya”
“Ya… ternyata inilah rahasia itu”
“Rahasia apa ya Fatimah?” Mutiah juga penasaran.
“Rasulullah Saw mengatakan bahwa dirimu adalah wanita yang diperkenankan masuk surga pertama kali. Ternyata semua gara-gara baktimu yang tinggi kepada seorang suami yang sholeh.”
Subhanallah.


***
Semoga kisah ini bermanfaat :) 
Jaga senyum,jaga semangat dan jagalah selalu hati anda :)

By : Chelsea Arifin

Jumat, 16 Maret 2012


"Salam Terindah Untukmu, Ya Rasulullah"

   "Suatu subuh, saat terbangun dari tidurnya, Aisyah ra tidak mendapati suaminya, Rasulullah SAW. Aisyah ra panik dan bingung. Ketika membuka pintu rumahnya, dia kaget mendapati Rasulullah tidur di depan pintu. Aisyah lalu bertanya, “Kenapa engkau tidur di luar suamiku?” 

   Rasulullah SAW lantas menjawab, “Semalam aku pulang telah larut. Aku takut mengganggu tidurmu. Sehingga, aku tidur di sini.”


    Sederhana, namun penghormatan Rasullah SAW kepada istrinya tersebut menyimpan makna mendalam bagaimana seharusnya suami memperlakukan istrinya. Selain aktivitasnya dalam berdakwah, Rasulullah SAW tidak mengabaikan keluarganya. Nabi pun membantu istrinya membersihkan rumah, memerah susu unta, dan mengasuh cucunya, yakni Hasan dan Husen.


    Pernah, Rasulullah dilempari kotoran oleh orang-orang Quraisy, bahkan dilempari batu hingga wajahnya berdarah. Namun, Nabi menghadapi perlakuan itu dengan mendoakan mereka. Nabi berdoa, “Ya Allah, ampunilah mereka. Mereka berbuat seperti itu karena tidak tahu.” Siksaan dan teror yang menjadi-jadi tidak membuat semangat Nabi SAW dalam berdakwah surut. Bahkan, Umar bin Khattab yang sangat ditakuti oleh Suku Quraisy pun menawarkan diri untuk membunuh orang-orang yang mengganggu Nabi, tapi Nabi melarangnya. Cinta Nabi SAW tidak memandang kepada siapa cinta itu diberikan. Tak peduli kepada orang yang telah menyakiti beliau sekalipun. Subhanallah.


    Perut Nabi SAW yang kurus dan dibebat kain berisi batu adalah hal yang membuat miris para sahabat pada saat-saat menjelang Nabi SW wafat. Betapa tidak, jika Rasulullah SAW mau, harta, kedudukan, uang, dan makanan paling lezat pun siap tersaji untuknya. Namun, Rasulullah pun menolak kenikmatan itu semua. Rasulullah SAW tidak mau dilebihkan hanya karena dia seorang pemimpin. Mencintai kaum fakir miskin, dekat dengan anak-anak yatim, sopan dalam berhadapan dengan siapa saja, dan santun segala tindak tanduknya menjadikan Nabi SAW sebagai pemimpin yang disegani oleh siapa pun.


    Kini, telah ratusan abad Rasulullah SAW meninggalkan umatnya, umat akhir zaman. Namun, kelembutan dan cinta Nabi SAW kepada umatnya tetap menjadi sejarah yang tak akan bisa lekang ditelan zaman sampai kiamat datang. Dia mewariskan kepribadian agung serta dua titipan untuk dijadikan pedoman hidup, yakni Alquran dan sunahnya.


    Angin berembus tenang menyapu padang pasir yang mahaluas. Bila malam tiba, cahaya bintang mengangguk ramah ditemani rembulan yang memancar keindahan akhlak Nabi SAW. Menabur cinta sepanjang masa. Alam berzikir. Dan menitipkan salam paling mesra kepada Rasulullah SAW. Jatuhan tetes air mata tak mudah terbendung mengenang perjuangan dan pengorbanannya. “Kami merindukanmu, yaa Rasulullah..”


Allahumma salli ‘ala sayyidina Muhammadin wa ‘ala aalihi wa sahbihi wasallim.
***

Jaga senyum,jaga semangat jaga selalu hati anda :)

By : Chelsea Arifin

Kamis, 15 Maret 2012

Tangis ‘Aisyah RHA Saat Peristiwa Haditsul Ifki (Kabar Burung)


Tangis ‘Aisyah RHA Saat Peristiwa Haditsul Ifki (Kabar Burung)

   Al-Qasim menuturkan, “Jika aku pergi, maka aku mampir terlebih dahulu ke rumah Aisyah untuk mengucapkan salam kepadanya. Suatu hari aku pergi, ternyata ia berdiri dalam keadaan bertasbih dan membaca firman Allah SWT, ‘Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari adzab neraka.’ (Ath-Thur: 27).
Ia berdoa dan menangis seraya mengulang-ulang ayat tersebut, sehingga aku jemu berdiri, lalu aku pergi ke pasar untuk keperluanku. Kemudian aku kembali, ternyata ia masih berdiri seperti sediakala dalam keadaan shalat dan menangis.”

   Itulah Aisyah Ummul Mukminin RHA yang dizhalimi orang-orang muslim menurut zhahirnya, padahal mereka sebenarnya adalah kaum munafik, dalam peristiwa berita dusta yang nyaris menghancurkan rumah tangga Nabi SAW dalam peristiwa yang menyakitkan dari pihak kaum munafik dan kaum yang berakhlak buruk yang tidak memperhatikan bahwa dia adalah istri Nabi SAW dan bahwa dia dizhalimi, padahal dia lebih suci daripada mereka. Tetapi ini adalah fitnah yang sepanjang zaman selalu menampakkan bisa dan kuman yang ingin mencemari orang-orang bersih dan orang-orang baik secara zhalim dan dusta. Tetapi orang yang dizhalimi tidak bisa berbuat apa-apa selain menuju dan bersandar ke haribaan Allah SWT. Berapa banyak kita mendengar manusia hina memfitnah orang-orang baik dengan tuduhan dusta padahal mereka terbebas dari semua tuduhan tersebut, kecuali karena mereka kaum yang shalih, mendapatkan taufik dan meraih kesuksesan. Manusia yang hina, mereka sebenarnya bukanlah manusia, tetapi setan pengecut yang dengki dan hasad terhadap setiap orang yang diberi taufik oleh Allah SWT. 

   Orang-orang yang mengigau ini tidak mempunyai senjata kecuali memberitakan melalui berbagai surat kabar kaum sekuler yang hina seperti mereka. Mereka lupa bahwa Allah SWT Memberikan balasan lagi Mahaperkasa, Dia menangguhkan dan bukan membiarkan. Mahabenar Allah, ketika berfirman, “Dan sesungguhnya telah merugi orang yang mengada-adakan kedustaan.” (Thaha: 61).

    Dusta adalah senjata kaum pengecut, kaum munafik, dan manusia yang hina. Karena itu, Aisyah SAW menangis siang malam, karena masalahnya sungguh menyakitkan, mengapa orang yang tidak bersalah dan tidak pernah menyakiti siapa pun dituduh.

    Lebih terkutuk dari kezhaliman ini adalah menuduh berzina wanita yang baik-baik lagi beriman. Kemudian datang pembebasan terhadap Ummul Mukminin Aisyah SAW dari atas tujuh langit di dalam al-Qur’an yang akan selalu dibaca hingga Hari Kiamat, sehingga setiap munafik lagi pendusta terdiam. Demikianlah Ummul Mu’minin terbebas dari berita dusta yang ditebarkan oleh kaum munafik yang tidak menginginkan kebaikan tetapi menginginkan fitnah. Bagi Merekalah hukuman di dunia dan akhirat, serta mereka diancam al-Qur’an dengan adzab yang pedih. 

    Mahabenar Allah SWT, ketika berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagimu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap orang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, baginya adzab yang besar.”(An-Nur: 11)

Demikianlah air mata Ummul Mukminin Aisyah RHA tumpah demi mengharapkan pahala dan berlindung kepada Dzat yang tiada tempat berlindung kecuali kepadaNya sehingga dia mendapatkan pembebasan dari Allah SWT.
***

Jaga senyum,jaga semangat dan jaga selalu hati anda :)

By : Chelsea Arifin